Minggu, 13 Mei 2012

teknik pemeriksaan ossa antibrahi

Posisi Basic
- AP 
- Lateral

Posisi Ap
pp : pasien duduk menyamping meja pemeriksaan  pada tepi yang akan difoto
po : lengan bawah diletakkan supine dan memanjang diatas kaset, wrist joint dan elbow joint termasuk diatas kaset, diatur true Ap terhadap kaset, kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
FFD : 90 cm
CR : vertikal
CP : pertengahan ossa antibrahi

 Posisi Lateral
pp : duduk menyamping meja pemeriksaan pada tepi tangan yang difoto
po : elbow joint fleksio 90 lengan bawah diletakkan lateral diatas kaset dengan tepi ulnaris menempel kaset, sehingga elbow joint dapat di atur true lateral, dan kedua sendi tersebut diusahkan masuk kedalam kaset memanjang terhadap lengan bawah dan horizontal diatas meja pemeriksaan
FFD : 90 cm
CR : vertikal
CP : pertengahan ossa antebrahi.   

teknik pemeriksaan os humerus

Posisi basic
- Ap
- Lateral
- Lateral Decubitus
- Lateral Projection

Posisi Ap
pp : pasien supine diatas meja pemeriksaan atau erect
po : lengan atas diatur supine, lengan atas memanjang shoulder joint masuk ke dalam kaset dan diatur true Ap. kaset horizontal diatas meja pemeriksaan dan kaset vertikal di belakang lengan atas jika pasien ecert.
FFD : 90 cm
CR : vertikal
CP : pertengahan os humerus

Posisi Lateral
pp : supine diatas meja pemeriksaan atau ecert
po : dari posisi antero-pasterior (kemudian lengan endorotasi telapak tangan menghadap kemedial, elbow joint fleksio, telapak tangan diletakkan pada tepi pinggang yang berhadap kaset horizontal diatas meja pemeriksaan. jika pasien ecert, lengan atas memanjang pada garis tengah film dengan elbow dan shoulder joint. 
FFD : 90 cm
CR : horizontal infero superior, 45 terhadap film
CP : caput humerus

Lateral Decubitus
pp : pasien tidur miring (lateral) tepi yang tidak difoto dekat pada meja pemeriksaan
po : lengan atas lurus disamping tubuh, elbow joint fleksio penuh, tangan prone di depan sendi bahu dari tepi yang difoto. kaset horizontal diletakkan diantara lengan atas tubuh dengan salah satu tepinya sejauh mungkin masuk kedalam pangkal lengan bawah prone diatas kaset.
FFD : 90 cm
CR : vertikal
CP : pertengahan os humerus

Posisi Lateral Projection
pp : ecert, tepi yang sakit menyamping pada kaset tangan yang tidak difoto (jauh dari film) tangan diangkat dan letakkan diatas kepala.
po : lengan atas yang akan difoto menempel pada garis tengah kaset , lurus disampingtubuh dengan lengan atas dan lengan bawah lurus, bagian vertikal menghadap anterior atau lengan lurus disamping, tubuh elbow joint fleksio, lengan menyilang didepan, telapak tangan menempel pada pangkal leher.
FFD : 90 cm
CR : horinzontal translateral
CP : pada ujung proximal sepertiga setengah os humerus, pada pertengahan garis film.

teknik pemeriksaan wrist join

posisi Basic
- Ap
- PA
- Lateral

Posisi Ap
pp : duduk menyamping meja pemeriksaan pada tepi yang akan difoto 
po : lengan bawah dan tangan supine diatas meja pemeriksaan wrist joint diatur true Ap ditengah" kaset (prosessus styloideus radius dan prosessus styloideus ulna berjarak sama terhadap kaset). pada dorsal jari" diletakkan sendi bagian tepi sehingga dorsal wrist joint menempel pada kaset, kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
FFD : 90 cm
CR : vertikal
CP : pada titik tengah antara prosessus styloideus radius n prosessus styloideus ulna

Posisi Pa
pp : pasien duduk menyamping meja pemeriksaan pada tepi yang akan difoto
po : lengan tangan prone diatas meja pemeriksaan wrist joint diatur true Pa ditengah" kaset (Prosessus styloideus Radius dan prosessu styloideus ulna berjarak sama terhadap kaset). dibawah telapak tangan tidak terangkat sehingga wrist joint menempel pada kaset, kaset horizontal diatas meja pemeriksaan
FFD : 90 cm
CR : vertikal

Posisi Lateral
pp : pasien duduk menyamping meja pemeriksaan pada tepi yang akan difoto
po : sendi siku fleksio 90 lengan tangan diletakkan lateral diatas meja peneriksaan wris joint diatur true lateral ditengah" kaset, kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
FFD ; 90 cm
CR : vertikal
CP : prosessus styloideus radius 

Selasa, 01 Mei 2012

teknik pemeriksaan os femur

Posisi Basic
1. Antero-Posterior
2. Lateral, dengan dua cara yaitu
- lateral dengan sinar vertikal
- lateral dengan sinar horizontal


Posisi ap 
pp : pasien supine diatas meja pemeriksaan kedua tungkai lurus 
po : tungkai atas, yang diftoto diatur dengan true AP yaitu dengan cara 
- pelvis true AP dengan mengatur pasien, illiaca antero superior (SIAS) kanan dan kiri berjarak sama dengan meja pemeriksaan.
-knee joint true AP dengan mengatur condylus lateralis dan condylus medialis berjarak sama terhadap meja pemeriksaan, kaset diletakkan horizontal dan memanjang dibawah tungkai atas yang difoto. Di usahakan agar kaset tersebut dapat meliputi kedua ujung.Os femur yang difoto. 
FFD : 90 cm
CR : vertikal tegak lurus film 
CP : pada pertengahan os femur 
kriteria gambar tampak gambar Ap os femur , dengan batas atas hi[ join dan batas bawahnya kee joint.Pada umumnya kontras antara jaringan lunak dan  tulang pada bagian proximal dan destal berbeda,oleh karena ketebalan antara ke 2 bagian tersebut tidak sama 


posisi lateral dan sinar vertical 
Pp : lutut dari tungkai yang akan di foto sedikit flexio,tungkai di atas diatur true lateral dengan tepi lateralnya menempel pada kaset.angkle joint di janggal dengan spon dan diatas tungkai diletakkan sendi bagian untuk imobilisasi tungkai yang di foto dapat dilihat dengan 2 cara 
-tungkai diatas di arahkan kedepan ,genu flexio dan tungkai bawahnya di arah caudal
-tungkai di atas diarahkan kebalik genu flexio dan tungkai bawahnya diarahkan ke posterior penderita.Kaset di letakkan horizontal dan memanjang di bawah tungkai yang di foto 
FFD : 90 Cm
CR : vertikal tegak lurus bidang film 
CP : pertengahan os femur 


 Lateral dengan sinar horizontal
PP : pasien supine diatas meja pemeriksaan
PO : tungkai yang di foto lurus dan diatur true AP terhadap meja pemeriksaan ,knee joint di ganjal dengan spone agar sedikit terangkat.
-tungkai yang lain lihat tungkai atas vertikal lutut flexio 90*,tungkai atas horizontal diganjal dengan alat pengganjal.Kaset vertikal pada tepi lateral dari tungkai atas yang akan di foto,dan diatur memanjang agar dapat meliputi ke2 ujung os femur
FFD : 90 CM
CR  : horizontal tegak lurus bidang film 
CP : pertengahan os femur

Kamis, 26 April 2012

Gambaran Radiologi Sinusitis Maksilaris Bilateral dengan Mastoiditis Sinistra






ABSTRAK
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut parasinusitis. Sinus maksilaris merupakan daerah yang paling sering terkena. Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Faktor predisposisi berupa obstruksi mekanik, rhinitis alergi, udara dingin dan kering. Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi, baik foto rontgen maupun ct-scan.
Pasien wanita, 44 tahun, datang dengan keluhan pusing berputar, demam, pilek tak kunjung sembuh disertai nyeri kepala kambuh-kambuhan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan tanda-tanda sinusitis maksilaris bilateral kronik eksaserbasi akut dan suspek mastoiditis sinistra.

Key word: sinusitis, maksilaris, bilateral, kronis, mastoiditis

KASUS
Penderita wanita umur 44 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar disertai demam, telinga berdengung dan pandangan kedua mata kabur.
Pasien mengeluh sering pusing berputar sejak beberapa bulan terakhir, namun sebulan terakhir keluhan tersebut dirasakan makin parah. Pasien juga mengeluh pandangan kedua mata kabur. Pasien mempunyai riwayat pilek yang tidak sembuh-sembuh disertai lendir yang kental dan berbau, serta hidung tersumbat, terutama pada hidung sebelah kanan. Pasien demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada batuk, tidak ada nyeri tenggorokan, tidak ada mual maupun muntah, tidak ada diare, tidak ada nyeri perut. Pasien mengeluh telinga kanan dan kiri sering berdengung namun tidak ada nyeri yang dirasakan pada kedua telinga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum cukup, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 120x/menit, pernafasan 24x/menit, suhu 38˚C per aksila. Status generalis thorak, abdomen dan ektremitas dalam batas normal. Tidak ditemukan tanda-tanda syok maupun tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang spesifik.
Pasien telah diperiksa oleh dokter spesialis syaraf (diagnosis kerja: vertigo), dokter spesialis mata (diagnosis kerja: ODS papil edema), dokter spesialis THT (diagnosis kerja sinusitis maksilaris bilateral kronis eksaserbasi akut).
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi Head CT-Scan potongan axial sejajar OML dengan interval slice 10 mm tanpa kontras. Didapatkan hasil sebagai berikut:
-          Gyri dan sulci tidak prominen.
-          Batas white matter dan gray matter tegas
-          Tampak lesi isodens di sinus maxillaris bilateral terutama dextra, air fluid level (+) (pada slice 12-14, HU 32)
-          Tak tampak lesi isodens, hipodens maupun hiperdens intracerebral/intracelebellar.
-          Sistema ventrikel dan cyterna tampak normal
-          Struktura mediana di tengah, tak terdeviasi
-          Gambaran air cellulae mastoidea sinistra tampak minimal.
Kesan:
-          Sinusitis maxillaris bilateral terutama dextra
-          Suspek mastoiditis sinistra

DIAGNOSIS
Pemeriksaan radiologi Head CT-Scan potongan axial sejajar OML dengan interval slice 10 mm tanpa kontras menyokong gambaran Sinusitis maxillaris bilateral terutama dextra dan suspek mastoiditis sinistra.

TERAPI
Pengelolaan pada pasien ini diserahkan kembali pada dokter spesialis saraf dan dokter spesialis THT.

DISKUSI
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.
Gejala Subjektif
Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :
-       Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip).
-       Gejala faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
-       Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba eustachius.
-       Ada nyeri atau sakit kepala.
-       Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
-       Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.
-       Gejala di saluran cerna imukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.
Gejala Objektif
            Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorokan.
Pemeriksaan Mikrobiologi
            Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aureus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob peptostrepto coccus dan fuso bakterium.     
Diagnosis Sinusitis Kronis
            Anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso endoskopi dan pemeriksaan CT- Scan.
Gambaran Radiologi Sinusitis
Pada foto sinus paranasal akan tampak sedikit perubahan pada sinus. Sinusitis bacterial yaitu terjadinya infeksi dari sinus ke sinus yang menyebabkan ostium sinus tersumbat diikuti dengan pembentukan secret yang berlebihan. Hal ini sering terjadi asimetris dimana satu sinus atau lebih dari satu sinus secara unilateral terserang. Bila sisi kontralateral terserang, sering terlihat asimetri dalam tingkatan atau lokasi anatomis.
Pada sinusitis maksilaris, pada foto polos sinus sfenoidalis tampak normal, tetapi apabila dilakukan pemeriksaan bakteriologik 67% -75% kasus memperlihatkan infeksi yang sama pada sinus sfenoidalis.
Pada sinusitis tampak :
·         Penebalan mukosa
·         Air fluid level (kadang-kadang)
·         Perselubungan homogeny atau tidak homogeny pada satu atau lebih sinus paranasal
·         Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
Pada sinusitis, mula-mula tampak penebalan dinding sinus, yang paling sering diserang adalah sinus maxilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Foto polos tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotik beserta pembentukan jaringan parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan penyuntikan kontras dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi  enhance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.
Pasien ini mempunyai keluhan pusing berputar kronis dan kambuh-kambuhan, mempunyai riwayat pilek yang tidak sembuh-sembuh disertai lendir yang kental dan berbau, serta hidung tersumbat, dan telinga sering berdengung. Untuk membantu menegakkan diagnosa maka pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Head CT-Scan yang hasilnya menyokong gambaran sinusitis maksilaris bilateral terutama dextra dan mastoiditis sinistra.


KESIMPULAN
Pada pasien yang dicurigai sinusitis, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi untuk mengakkan diagnosis. Misalnya dengan foto polos, ct-scan, atau  dengan MRI.
Foto Polos Pada sinusitis tampak: Penebalan mukosa, Air fluid level (kadang-kadang), Perselubungan homogeny atau tidak homogeny pada satu atau lebih sinus paranasal, Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik). Foto polos tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotik beserta pembentukan jaringan parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus.
CT scan dengan penyuntikan kontras dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi  enhance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.


KEPUSTAKAAN
1.      Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.
2.      Anonim, Sinusitis, dalam  ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106.
3.      Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 – 258.
4.      Rasyad, Syahriar. Radiologi Diagnostik. Penerbit Gaya Baru, Jakarta, 2005
5.      http://emedicine.medscape.com/article/384649-imaging diakses tanggal 25 Februari 2010


PENULIS:
Ciptaning Sari Dewi Kartika
Add caption
NIM 2004.031.0111
Homebase: RSUD Temanggung
Bagian Radiologi

Template by:

Free Blog Templates